Kamis, 29 Mei 2014

PEMKAB PELALAWAN PERINGATI HARI KEBANGKITAN NASIONAL KE-106 TAHUN 2014

  • Wakil Bupati Pelalawan H. Marwan Ibrahim saat membacakan sambutan Menteri Kominfo RI pada Acara Hari Kebangkitan Nasional ke-106 tahun 2014.
PELALAWAN - SRR


  Dalam sambutannya Menteri Komunikasi dan Informasi RI Tifatul Sembiring yang dibacakan pembina upacara Drs.H.Marwan Ibrahim mengatakan, bahwa momentum 1908 dan 1928 adalah momentum kaum muda yang bercita-cita Indonesia merdeka. Pemikiran dan cita-cita mereka, berlanjut melalui perjuangan para pemuda periode tahun 1945-1949. Mereka berjuang bagi tegaknya bangunan ke-Indonesaan yang merdeka dan berdaulat. Revolusi kemerdekaan yang membangun nasionalisme tanpa pandang bulu, revolusi yang menjadi motor penggerak mobilitas sosial bagi seluruh komponen bangsa. Revolusi yang pada gilirannya memberi ruang dan peluang bagi setiap anak bangsa untuk berbakti, mengabdi dan berkiprah sesuai profesi, keahlian dan bidang yang digelutinya. Inilah makna nasionalisme sesungguhnya, yakni penerapan cara berpikir, bersikap dan berperilaku yang secara ideologis merupakan kristalisasi kesadaran berbangsa dan bernegara.
  Sejalan dengan semangat dan jiwa kebangkitan nasional tersebut, maka peringatan Hari Kebangkitan Nasional ke-106 tahun 2014 ini mengambil tema “MAKNAI KEBANGKITAN NASIONAL MELALUI KERJA NYATA DALAM SUASANA KEHARMONISAN DAN KEMAJEMUKAN BANGSA”. Tema ini mengandung tiga makna yang sekaligus menjadi instrumen ukuran sejauh mana nilai-nilai nasionalisme terimplementasi dalam karsa, cipta dan karya kekinian kita secara nyata. Artinya, nasionalisme bukan sekedar diskursus dan wacana yang sorak-sorai. Makna nasionalisme kekinian bukan lagi kamuflase kerinduan romantisme perjuangan masa lalu. Tetapi bagaimana kita mengimplementasikan romantisme perjuangan tersebut kedalam pola pikir, pola sikap dan perilaku kebangsaan selaras dengan tuntutan zaman. Membangun Indonesia baru di masa depan adalah antitesis dari kepentingan kelompok dan individu, antitesis berpikir kedaerahan, antitesis dari cara berperilaku kepartaian atau golongan. Nasionalisme yang diperlukan adalah nasionalisme yang berkontribusi bagi kedaulatan dan harga diri bangsa kita.
  Makna kedua, bahwa kita pada dasarnya menginginkan sebuah keharmonisan dalam perilaku kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Nasionalisme terbangun bukan dari perilaku saling menuding, bukan saling menyalahkan dan bahkan bukan untuk saling menyingkirkan. Kekuatan kebangsaan tersemai dalam kohesivitas yang harmonis dari kekuatan dan energi potensi yang telah kita miliki. Komitmen untuk berbagi dan bersinerji dalam rangka mewujudkan cita-cita nasional itulah yang menjadi ukuran, sejauh mana karsa, cipta dan karya kita sudah memberikan kekuatan bagi terbangunnya keharmonisan perilaku kita dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang amanah.
  Makna ketiga, adalah memberi rujukan bahwa kekuatan sebuah bangsa tercirikan dari bagaimana perbedaan dan kemajemukan dapat terkelola menjadi kekuatan. Itulah niat mulia untuk menyatukan perbedaan-perbedaan yang dimiliki bangsa ini melalui Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928. Indonesia yang memiliki lebih dari 300 kelompok etnis, lebih dari 250 bahasa daerah dalam percakapan; keragaman dan komposisi pemeluk agama yang tersebar di seluruh nusantara adalah sebuah kekayaan sekaligus kekuatan. Sebagai Negara yang kaya akan keberagaman etnis, suku, budaya, dan agama, menyadari bahwa kohesivitas kesadaran akan keragaman senantiasa harus terjaga secara terus menerus dan berkesinambungan. Nilai-nilai toleransi akan perbedaan, nilai-nilai kemajemukan yang tumbuh berkembang atas dasar komitmen dan kesadaran bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tidak boleh luntur sampai kapanpun.
  Namun demikian, fenomena kemajemukan yang bergulir akhir-akhir ini tampaknya sedikit mengalami penggerusan dari hakekat nasionalisme itu sendiri. Semangat persatuan demi menjunjung tinggi sikap nasionalisme yang dulu didambakan dan dibanggakan kini menjadi kekhawatiran kita bersama. Konflik antar etnis, antar agama, tawuran antar pelajar, tawuran antar warga, sikap prasangka antar kepentingan, konflik horizontal dan gangguan keamanan yang masih sering terjadi adalah fenomena kebangsaan yang perlu kita sikapi secara hati-hati. Demikian pula sikap dan perilaku yang mengutamakan kepentingan perorangan dan golongan, superioritas kelompok tertentu yg merasa lebih unggul dari kelompok lain, masalah narkoba, pornografi, menjamurnya perilaku koruptif, dan bentuk-bentuk sekat pemisah antara “We and Them”, adalah pola pikir, pola sikap dan perilaku yang harus kita hilangkan. Oleh karena itu, semangat dan makna peringatan Hari Kebangkitan Nasional Tahun 2014 ini, adalah semangat untuk berani melakukan evaluasi diri, semangat bagi penguatan komitmen seluruh komponen dan potensi bangsa dalam membangun Indonesia kedepan yang lebih baik.
  Demikian, hal-hal yang dapat saya sampaikan dalam kesempatan memperingati Hari Kebangkitan Nasional ke-106 tahun 2014 yang berharga ini, mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kita semua. Sekali lagi, mari kita maknai peringatan Hari Kebangkitan Nasional ini dengan karya nyata yang dilandasi rasa nasionalisme yang sesungguhnya. Selamat Berkarya. (Humas)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar