SRR - MERANTI
SELATPANJANG - Kegigihan Muhardi (30) dalam mengelola kebun cabe
miliknya di Desa Mekong, Kecamatan Tebingtinggi Barat, Kabupaten
Kepulauan Meranti, patut dicontoh petani lainnya. Tanpa dukungan dana
dari Pemerintah, pemuda ini berhasil mengembangkan kebun cabe seluas 1
jalur, sehingga dari hasil kebun itu mampu membangun rumah dan membeli
sebidang tanah.
Ditemui di kebunnya, Selasa (2/9/2014), Muhardi menceritakan bahwa
dirinya telah mengelola kebun cabe itu sejak 2 tahun lalu. Kebun cabe
seluas 1 jalur itu dibangun di atas lahan milik ayah kandungnya Salim
(52), dan digarap bersama istri dan saudara dengan biaya sendiri.
"Alhamdulillah, dari hasil kebun cabe ini saya dapat membangun rumah
dan membeli sebidang tanah seluas dua jalur yang siap dipanen karetnya.
Setiap kali panen saya juga sisihkan untuk membeli bahan bangunan hingga
rumah kami selesai," ungkap Muhardi dengan rasa syukur.
Awal mula berkebun cabe, pria bertubuh kekar ini mengaku hanya dengan
mencoba-coba. Didukung ilmu yang dipelajari dari internet, Muhardi lebih
memahami teknik berkebun cabe mulai dari pembibitan, pengolahan tanah
hingga perawatan.
Tahap berkebun cabe dimulai dengan menggemburkan lahan yang
dilakukannya dengan cangkul. Untuk mengurangi kadar asam tanah, ia
menggunakan kapur dan membiarkan endapan kapur itu selama 10 hari.
Selanjutnya memberikan pupuk kandang dari kotoran ayam yang sudah
kering.
"Lahan yang sudah digembur dan ditabur pupuk, selanjutnya ditutup
dengan plastik terpal (plastik cor). Lobang dibuat berjarak 30 cm atau
lebih untuk ditanam bibit yang sebelumnya sudah disemai terlebih dahulu
dilokasi lain," ujarnya.
Dalam sebulan, lanjutnya, cabe dipanen sebanyak empat kali dengan total
produksi rata-rata mencapai 1,5 ton untuk lahan seluas satu jalur. Ia
juga mempekerjakan 25 orang hingga 30 orang untuk menanam bibit dan
panen.
"Pekerja menanam bibit diberi upah Rp100 perbatang dan pekerja pemetik
cabe diupah Rp2.000 sampai Rp4.000 per kilogram saat harga jual naik.
Rata-rata dalam satu hari pekerja dapat memetik cabe sebanyak 25 kg
perorang," jelasnya.
Muhardi mengatakan, sejak mengelola kebun itu dua tahun lalu, dirinya
belum pernah mendapatkan bantuan dana dan pembinaan dari instansi
pemerintah. Padahal ia berniat ingin membantu menyalurkan pengetahuannya
kepada karyawan dan masyarakat setempat. Namun masih terkendala modal
untuk biaya bibit dan pemeliharaan.
"Setidaknya butuh modal Rp 12 juta untuk mengolah kebun cabe seluas 1
jalur. Untuk itu, saya sangat berharap dukungan modal Pemerintah
Kabupaten Kepulauan Meranti, khususnya Dinas Pertanian, Peternakan dan
Ketahanan Pangan untuk memperluas lapangan kerja bagi masyarakat
setempat yang umumnya hanya mencari nafkah dari kebun karet," ucapnya.
Soal pemasaran, suami dari Eka ini tidak risau karena saat ini jumlah
permintaan cabe masih cukup tinggi. Setidaknya ia telah memiliki 3
pemasok yang telah berlangganan tetap membeli cabe miliknya, antara lain
dari Telukbelitung Kecamatan Merbau, Pasar Desa Insit dan bahkan hingga
pasar di Kota Bengkalis.
"Tapi harga jual cabe setiap musim sering kali tidak stabil. Karena
saat musim panen cabe 'banjir', harganya bisa turun sampai Rp6.000 per
kilogram dan bisa naik hingga Rp 46 ribu per kilogram, terutama saat
musim panas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar