- Areal Sei Hiyu, Tanjung Padang luluh lantak.
- Anggota DPD/ MPR RI Ibu Intsiawati Ayus turun tangan menyelesai Masalah ini.
MERBAU-KEPULAUAN MERANTI
SUARA RAKYAT RIAU
Setelah Dikonfirmasi oleh Media SRR mengenai permasalahan Lahan yang
sangat rumit di Riau ini termasuk di kepulauan meranti, tentu kita butuh orang
yang memperhatikan dan menggiring permasalahan ini kearah yang tidak merugikan
masyarakat Riau, Anggota Dewan Seperti Ibu Intsiawati Ayus adalah orang sangat rakyat
harapkan, dari hasil kerja, kunjungan dan survey beliau ke Kepulauan meranti,
tepatnya Dikecamatan Merbau beliau telah berkoordinasi dengan berbagai pihak
untuk menyelesaikan permasalahan ini.
Alhamdulillah situasi tegang kemarin di Tanjung Gambar-Lukit sudah
mereda. Antara masyarakat Pulau Padang dan perusahaan tercapai kesepakatan
untuk dilakukannya penghentian sementara (status quo) operasional perusahaan di
wilayah tersebut. SMS dari Dirjen HTI yang mendapat informasi dari Kepala Balai
Kehutanan di Riau menyatakan bahwa penolakan masyarakat dilatarbelakangi karena
pembangunan areal Pelabuhan di kawasan tersebut dikarenakan belum selesainya
soal ganti rugi. Padahal esensi masalah bukan itu. Sebagaimana jawaban yang
saya terima dari Kementerian Kehutanan pada saat melakukan RDP, selalu jawaban
yang normatif dan sama sekali tidak menghiraukan fakta empiris di lapangan dan
‘buta’ terhadap gejolak yang terjadi di masyarakat.
Secara jelas Masyarakat Pulau
Padang khususnya di seluruh desa di Kec. Merbau mempertanyakan dasar revisi SK
yang hanya mengeluarkan Desa Bagan Melibur, Desa Mengkirau dan sebagian Desa
Lukit? Masyarakat dari 10 Desa dan 1 kelurahan, di Kecamatan Merbau antara lain
Desa Lukit, Pangkalan Barat, Sungai Anak Kamal, Mekar Sari, Mayang Sari, Sungai
Tengah, Pelantai, Bagan Melibur, Mengkirau, Kurau dan Teluk Belitung menyatakan
tuntutannya kepada Kami DPD RI bahwa mereka menolak secara mutlak SK tersebut.
Masyarakat mempertanyakan mengapa desa-desa lainnya yang 100% menolak tidak
termasuk yang dienclave?
Penolakan masyarakat bukan soal
pelabuhan atau hak lahan di areal pelabuhan tsb saja tapi pembangunan
kanal-kanal di pulau Padang & land clearing yg dilakukan di kawasan
tersebut bisa berdampak kerusakan bagi desa lainnya antara satu desa dengan
desa lainnya berada dalam satu lingkungan hidup yg saling terkait secara
ekologis..
Sebagai pulau kecil, antara satu
wilayah dengan wilayah lainnnya tak terpisahkan. Masyarakat Pulau Padang secara
keseluruhan merupakan satu kesatuan wilayah terintegrasi. Masyarakat setiap
desa saling bergantung (bersimbiosis) dengan desa yang lainnya baik dalam hal
mata pencaharian, sumber pangan, sumber papan, hingga sumber air. Dengan
demikian perubahan apapun dari suatu wilayah secara langsung akan dirasakan
dampaknya oleh masyarakat wilayah lainnya..
Keberadaan perusahaan secara
nyata telah mengancam sumber kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
mayoritas sudah mandiri secara ekonomi. Untuk kehidupan sehari-hari mereka
sudah tercukupi di antaranya dengan pohon sagu yang berfungsi sebagai tabungan
masyarakat (salahsatu produsen terbesar di Indonesia dengan kualitas terbaik)
dan karet sebagai sumber penghidupan sehari-hari.
Dalam kondisi normal masyarakat
Pulau Padang tidak pernah kekurangan uang dan mereka tidak membutuhkan adanya
investasi di wilayah mereka. Justru masuknya perusahaan akan merusak tatanan
dan mengancam keberlangsungan usaha mereka. Masyarakat yang bergantung dari
sektor pertanian dan perkebunan membutuhkan lahan untuk penerus mereka. Juga
adanya sumber-sumber alam di hutan sebagai penunjang hidup lainnya, seperti
kayu yang digunakan secara bijak sebagai bahan pokok rumah penduduk. Sudah
puluhan tahun hutan alam terperlihara baik oleh masyarakat.
Kedatangan perusahaan adalah
ancaman malapetaka bagi keberlanjutan kehidupan & lingkungan hidup mereka.
Dampak kerusakan hutan alam dan gambut secara nyata kini telah terjadi di
wilayah Tanjung Padang tempat perusahaan beroperasi kembali. Banyak penduduk
kini berhijrah ke Malaysia. Sedikit masyarakat yang tertampung kerja di
perusahaan, sisanya menganggur dan mengeluh.
12 janji lama PT. RAPP yang
dituntut masyarakat Kec. Tasik Putri Puyuh yg saat ini sudah menjerit kemudian
janji itu dijanjikan untuk direalisasi pada saat Dialog bersama saya pada bulan
Juni yg dihadiri 10 Kades, di antaranya realisasi jalan 12 Km, dll, tidak
satupun direalisasikan hingga saat ini.
Tak heran jika secara mayoritas
masyarakat Kec. Merbau menolak secara mutlak adanya konsesi HTI di Pulau terluar
Indonesia tersebut. Di samping merusak tatanan kehidupan. Janji-janji manis
perusahaan tak pernah terbukti!
Saya mendengar pernyataan
langsung dari masyarakat bahwa mereka saat ini tdk akan mundur selangkahpun
dari sikap mereka. Sikap itu wajar sebagaimana apa yang saya alami di Jakarta.
Berbagai upaya saya di pusat untuk terus mendialogkan solusi masalah ini seolah
berhadapan dinding beton yang tak memiliki perasaan.. (“Ujar Intsiawati Ayus”) (*003)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar